cerita sex hot, tante girang, dewi dan anisa

|| || ,,,, || Leave a komentar

Berenang adalah salah satu olahraga
rekreasi favoritku selama aku kuliah di
Bandung. Tapi pada masa itu sebagai
mahasiswa yang masih mengandalkan
kiriman orang tua, aku harus
berhemat dan tidak bisa sering-sering
berenang. Paling-paling aku hanya
berenang 2 atau 3 kali dalam sebulan.
Kadang aku berenang bersama teman-
teman kampus, tapi lebih sering
berenang sendiri karena tidak banyak
teman-temanku yang mau meluangkan
waktu untuk berenang secara rutin.
Aku sering berenang di daerah
Setiabudi, di sana ada kolam air
hangatnya sehingga aku bisa
berenang sampai malam tanpa takut
kedinginan oleh udara malam kota
Bandung.
Hari Jumat itu aku seperti biasa
berenang sendiri. Setelah melakukan
gaya bebas bolak-balik beberapa kali
aku beristirahat sambil tetap
berendam di tepi kolam. Hari itu agak
sepi, paling hanya 15 orang saja yang
ada di kolam renang. Langit sudah
mulai gelap dan lampu-lampu di
sekitar kolam renang sudah mulai
dinyalakan. Tapi aku masih ingin
berlama-lama menikmati kolam renang,
maklum besok hari Sabtu tidak ada
kegiatan kuliah.
Tidak berapa lama kulihat seorang
wanita berrambut ikal yang berumur
sekitar 40-an masuk ke area kolam
renang. Meskipun sudah tidak muda
lagi badannya terlihat sangat terawat
dan ****** Payudaranya tampak agak
menggantung tapi masih cukup
kencang dan menurutku tidak kalah
dengan wanita-wanita yang lebih
muda. Kulitnya putih dan wajahnya
juga masih tampak cantik…ah..
rasanya aku kenal wanita itu… Kalau
tidak salah dia Tante Anis, teman klub
aerobik Tante Nita bekas ibu kosku di
Dago yang pernah kuceritakan
kisahnya beberapa waktu yang lalu.
Pantas saja tubuhnya ******… Setelah
meletakkan barang-barang bawaannya
wanita itu mulai menceburkan diri ke
kolam renang, tepat di seberangku.
Lalu perlahan ia mulai berenang
mengelilingi kolam renang. Saat ia
berenang di depanku, kuberanikan
memanggil namanya, “Tante Anis…”
Wanita itu berhenti dan berbalik
menatapku.
“Hey… Doni ya… sama siapa
berenang?” tanya Tante Anis sambil
mencubit lenganku.
“Biasa tante… sendirian aja, tante
sama siapa?”
“Oh, sama Dewi teman kantor tante…
tapi kayaknya dia masih di kamar ganti
tuh…soalnya tadi tasnya ketinggalan
di mobil… nah itu dia baru datang,
tante kenalin yaaa…”
Tampak seorang wanita, terlihat masih
muda dan lumayan manis mungkin
umurnya sekitar 25-an, berjalan ke
arah kolam renang. Rambutnya lurus
melewati bahu, tubuhnya terkesan
atletis dengan buah dada montok
berisi seperti Pamela Anderson di film
serial TV “Bay Watch”. Tante Anis lalu
naik ke pinggir kolam dan bergegas
menghampiri wanita tersebut. Tak lama
kemudian kedua wanita itu kembali
masuk ke kolam renang.
“Wi.. ini kenalin… Doni, Don… ini
kenalin..Dewi, teman kantor tante,”
Sambil mengulurkan tangannya Dewi
tersenyum dan menyebutkan namanya,
senyumnya manis sekali. Akupun
menyebutkan namaku sambil menikmati
kehalusan tangannya. Setelah
berbasa-basi sebentar Dewi
berpamitan untuk berenang beberapa
keliling, lalu aku dan Tante Anis
mengikutinya. Sebenarnya aku sudah
cukup lelah setelah berenang
sebelumnya, tapi kebersamaan
dengan Tante Anis dan Dewi kayaknya
sayang kalau dilewatkan begitu saja
hanya karena rasa capai yang tidak
seberapa. Setelah berenang beberapa
keliling kamipun akhirnya berhenti.
“Doni.. kok udah lama tante nggak
pernah lihat kamu jemput Tante Nita
lagi?”
“Lho… saya khan sudah nggak kos di
tempat Tante Nita…”
“Tapi tante dengar kamu masih suka
ketemu dengan Tante Nita, iya khan..?”
Tante Anis mulai menggodaku dengan
senyumnya yang nakal. Aku tidak
menjawab, hanya tertawa ringan.
“Tante Nita suka cerita tentang kamu
lho…hmm.. bikin kita-kita penasaran
deh,” Tante Anis menggoda lagi, kini
tangannya mencubit perutku.
“Aduh… sakit tante…,” kataku pura-
pura kesakitan. Dewi yang tidak tahu
arah pembicaraan kami tampak agak
bingung.
Tante Anis merapatkan badannya ke
sampingku dan melingkarkan
tangannya di pinggangku.
“Dewi, kamu kenal dengan Nita teman
aerobikku khan..? Doni ini dulu kos di
tempat Nita dan semenjak itu si Nita
bisa jadi betah banget di rumah kalau
Doni lagi nggak kuliah, nggak tau
ngapain aja dia dengan si Doni ini,”
Tante Anis tertawa genit sambil
melirikku. Dewi hanya tersenyum-
senyum saja memandangku.
“Ah… ati-ati Teh Anis… mahasiswa
sekarang memang nakal-nakal….!!”
Udara malam makin dingin, tapi
suasana kami justru mulai
menghangat. Aku merasa kegenitan
Tante Anis sedang menantikan
tanggapanku. Aku mulai memberanikan
diri memegang dan meremas-remas
pantat Tante Anis dengan lembut.
Jantungku berdegup-degup menanti
reaksi Tante Anis… syukurlah dia diam
saja dan membiarkan tanganku terus
beraksi. Hanya aku dan Tante Anis
yang tahu persis apa yang kami
lakukan. Suasana kolam renang tidak
begitu terang dan kami berendam
sebatas leher sehingga apapun yang
diperbuat tangan-tangan kami di
bawah air tidak akan terlihat siapapun.
Meskipun demikian Dewi kelihatannya
mengerti apa yang terjadi, tapi dia
pura-pura tidak tahu dan dengan
sengaja berenang menjauhi kami.
Melihat kegenitannya mendapat
tanggapanku dan tidak ada lagi orang
lain di dekat kami, Tante Anis semakin
berani. Tangannya mulai dengan
sengaja menyentuh penisku yang mulai
menegang. Melihat aku tidak menolak
perlakuannya Tante Anis mulai berani
meremas-remas penisku sehingga
membuatnya mengeras. Tante Anis
tersenyum nakal.
“Oh, ini rupanya yang bikin Tante Nita
lupa sama suaminya.” Aku tidak mau
ketinggalan, kuraba dan kuremas-
remas kedua buah dada Tante Anis
sehingga membuatnya memekik
perlahan. Kami saling meraba dan
berpandang-pandangan penuh nafsu.
Perlahan-lahan kuarahkan tangan
kananku ke selangkangan Tante Anis
dan kurasakan gundukan yang lembut
dan hangat di antara kedua pahanya.
Mulut Tante Anis sedikit terbuka,
nafasnya mulai terasa berat dan
matanya mulai sayu, tampaknya dia
mulai terangsang.
“Ssstop Doni… jangan dis*****.. kita
ke hotel aja… mau?” kata Tante Anis
setengah berbisik dengan nafas mulai
berat menahan birahi. Aku
mengangguk setuju.
“Tapi Dewi gimana tante…. masak
ditinggal?”
“Tenang aja, itu urusan tante… kamu
naik dulu… tante mau bicara sama
Dewi.”
Aku bergegas naik dan mengambil
handuk serta sabun untuk mandi. Saat
aku kembali ke kolam renang tampak
Dewi dan Tante Anis sudah duduk di
kursi sambil mengenakan handuk.
“Doni, keberatan nggak kalau Dewi
ikutan acara kita?” tanya Tante Anis
sambil mengedipkan sebelah mata
kepadaku.
“Terserah Dewi aja, Doni sih nggak
keberatan tante…” kataku. “Iiih…
emangnya acara apaan sih…?” tanya
Dewi, entah dia cuma pura-pura atau
memang tidak tahu aku tidak peduli,
yang jelas malam ini aku akan
menikmati tubuh Tante Anis yang
****** Belum terbayang bagiku
bagaimana kalau nanti Dewi ikut
bergabung, aku belum pernah ML
dengan lebih dari satu wanita
sekaligus.
Kutitipkan motorku di kantor Satpam,
kebetulan karena sudah sering
berenang di situ aku jadi kenal
dengan mereka. Kami bertiga lalu
meluncur pergi ke arah Lembang
dengan mobil Tante Anis. Tidak
berapa lama kemudian kami sampai di
Lembang dan Tante Anis lalu
mengajak kami untuk makan malam di
sebuah rumah makan. Setelah selesai
makan Tante Anis membeli beberapa
kaleng bir, softdrink dan makanan
kecil, “Untuk bekal sampai pagi cukup
nggak…” tanya Tante Anis sambil
tersenyum nakal. Aku mengangguk
setuju sementara Dewi masih pura-
pura tidak tahu apa yang terjadi.
Akhirnya kami meluncur ke sebuah
hotel kecil yang cukup bagus di sekitar
Lembang, lokasinya enak dan aman
untuk berselingkuh karena mobil bisa
langsung parkir di garasi yang
tersedia di sebelah kamar. Mungkin
hotel itu sejak semula sudah
dirancang untuk tempat
perselingkuhan, entahlah…..
“Eh.. seperti yang aku bilang tadi….
kalau kalian mau ML aku nggak ikutan
yaa… aku cuma nunggu kalian di mobil
aja.”
“Aduh Dewi… kami nggak tega
ninggalin kamu di mobil. Kita bakalan
di sini sampai pagi lho, ikutan aja deh
ke kamar. Kalau nggak mau ikutan kami
ML juga nggak apa-apa, that’s your
choice honey… kamu bisa nunggu di
ruang tamu sambil minum bir. Atau
kalau perlu bisa kami pesankan
“extra-bed”. Gimana..?” tanya Tante
Anis. Dewi akhirnya mengangguk
setuju.
“OK aku di ruang tamunya aja… tapi
kalian jangan ribut ya…. nanti aku
nggak bisa tidur.”
Aku pikir Dewi ini cuma pura-pura saja
tidak mau ikut ML, kalau dia benar-
benar tidak mau ikutan kenapa dia tadi
tidak minta diantar pulang saja. Itu
jauh lebih baik dari pada tidur di mobil
ataupun di kamar sementara kami
asyik bercinta sampai pagi. Aku rasa
Dewi ini sebenarnya mau tapi malu
karena baru kenal denganku
beberapa jam yang lalu, jadi kupikir
bagus juga kalau aku sengaja
memancing-mancing dan mengambil
inisiatif supaya dia mau ikut.
Setidaknya dengan cara itu dia tidak
harus merasa malu kalau “terpaksa”
ikut bergabung. Hmm… kalau Dewi mau
ikutan, ini bakal menjadi pengalaman
pertamaku ML dengan dua wanita
sekaligus.
Kamar hotel yang dipesan Tante Anis
cukup besar, sebenarnya hanya satu
ruangan tapi antara tempat tidur dan
ruang tamu dipisahkan oleh tirai
pembatas. Dengan kondisi seperti itu
apapun yang terjadi di tempat tidur
pasti akan terdengar di ruang tamu.
Dewi merebahkan dirinya di kursi sofa.
“Selamat ML yaa… aku mau disini aja
menikmati bir dan tidur nyenyak.”
Sampai di kamar Tante Anis mematikan
lampu kamar dan hanya menyisakan
lampu tidur yang nyalanya remang-
remang saja sementara aku langsung
merebahkan diri di tempat tidur. Tante
Anis lalu mengikuti dan berbaring di
sebelahku. Tanpa menunggu komando
aku langsung memeluk dan mencumbu
Tante Anis, bibir kami saling memagut
dan lidah kami saling melilit penuh
nafsu. Tangan-tangan kamipun mulai
saling meraba dan meremas daerah
sensitif masing-masing. Kuselipkan
tanganku ke balik bajunya, oh…
rupanya Tante Anis sudah tidak
mengenakan BH lagi sehingga
tanganku dengan mudah langsung
meremas payudaranya. Sementara itu
tangan Tante Anis dengan ganas
berusaha masuk ke celana dalamku
untuk meremas penisku yang sudah
menegang sejak tadi. Setelah
beberapa saat kami bergumul dan
saling meremas dengan panas, aku
mulai melepaskan t-shirt dan celana
jeansku sementara Tante Anis juga
mulai melepas pakaiannya satu per
satu.
Akhirnya kami berdua berbaring di
atas tempat tidur tanpa sehelai
busanapun.
“Tante Anis… tante sexy sekali…,”
kataku memuji sambil meraba
payudara dan putingnya. Sengaja aku
berbicara tanpa berbisik supaya Dewi
bisa ikut mendengar.
“Ah… kamu bisa aja,” tampak wajah
Tante Anis memerah, mungkin merasa
bangga mendapat pujian dari anak
muda. Tante Anis juga tampaknya
mengerti maksudku sehingga diapun
tidak berusaha mengecilkan suaranya.
“Tante, Doni mau menikmati tubuh
Tante Anis malam ini sepuas-
puasnya… lampunya Doni nyalain aja
yaa…”
“Iihh… tante malu ah… khan udah
nggak muda lagi…”
“Tapi tante masih sexy banget lho…
swear deh…. Doni betul-betul
terangsang.”
“Terserah Doni kalau gitu… emangnya
Doni mau liat apa sih kok pake nyalain
lampu segala…”
“Doni mau menikmati tubuh Tante Anis
yang sexy ini sampai puas, Doni mau
menikmati buah dada tante yang
indah, Doni mau menikmati seluruh
bagian vagina tante yang tertutup
bulu-bulu lebat itu, Doni mau liat
klitoris tante, Doni pengen liat semua
bagian dalam vagina tante. Boleh
khan…?” kataku merayu sambil
menyalakan lampu kamar.
“Tentu boleh aja sayang…., malam ini
tante jadi milik kamu. Doni boleh liat
apapun yang Doni mau, boleh pegang
apapun… pokoknya boleh ngapain
aja… sesuka kamu sayang….. Tapi
sebaliknya Doni juga jadi milik tante
malam ini yaa…. Sekarang tante mau
pegang dan isep pisangnya Doni…
gimana?” tanya Tante Anis sambil
mendorongku ke tempat tidur.
Mulailah Tante Anis menjilati dan
mengulum penisku. Rupanya Tante Anis
cukup ahli dalam ber-oral, diremasnya
buah pelirku sementara penisku
dimasukkan ke dalam mulutnya untuk
dihisap.
“Hmm dasar anak muda, penisnya
keras banget kalau berdiri… tante
udah lama nggak ngerasain penis yang
keras seperti ***** Tante nggak sabar
pengen ngerasain ini di dalam punya
tante….” kata Tante Anis sambil terus
menjilati kepala penisku.
Dimasukkannya kembali penisku ke
dalam mulutnya dan sesekali lidahnya
menjilati lubang penisku, wow…
rasanya membuat tubuhku bergetar
menahan nikmat.
“Oohh… tante… enak banget
tante….mmhh… isep terus tante…,”
aku sengaja mengekspresikan setiap
rasa nikmat yang kurasakan dengan
harapan supaya Dewi terpancing untuk
ikut bergabung.
Aku memutar posisiku sedikit supaya
tanganku bisa meraba dan meremas
payudara Tante Anis sementara dia
tetap mengulum penisku. Dengan
lembut kuremas payudaranya dan
kupilin-pilin pentilnya. Ini membuat
Tante Anis makin bernafsu dan
bersemangat mengulum penisku.
“Mmhh….mmhh…..” Tante Anis mulai
mendesah-desah menahan nikmat.
Seranganku kulanjutkan lagi, kali ini
tanganku mulai mengarah ke
vaginanya. Kurasakan bulu-bulu
kemaluannya yang lebat agak basah
oleh lendir yang licin. Jari tanganku
mulai menyibak bulu-bulu vagina Tante
Anis dan masuk ke dalam belahan bibir
vaginanya. Akhirnya dengan perlahan
kumasukkan jari tengahku ke dalam
lubangnya yang basah oleh lendir.
Kugosok-gosokkan jariku dengan
lembut ke dalam dinding-dinding
vagina Tante Anis sementara ibu
jariku mempermainkan klitorisnya
sehingga Tante Anis menggelinjang
keenakan.
“Ah… Doni…. mhh…. masukin sekarang
sayang… tante udah kepengen
ngerasain penis Doni di dalam vagina
tante,” katanya sambil melepaskan
penisku dari mulutnya.
Tante Anis lalu merebahkan dirinya di
tempat tidur sambil membuka kedua
pahanya untuk mempersilahkan
penisku masuk. Tapi aku tidak ingin
langsung memainkan partai puncak,
aku harus menyimpan tenaga karena
bukan tidak mungkin akan ada partai
tambahan dengan Dewi. “Sabar dulu ya
tante… Doni pengen banget jilat
vagina tante…Doni nggak tahan liat
vagina tante terbuka seperti itu…
boleh….?” “Terserah Doni sayaang….
tante udah kepengen banget sampai
puncak….” Pantat Tante Anis kuganjal
dengan bantal sehingga aku tidak
perlu terlalu membungkuk untuk
menikmati vaginanya. Perlahan kubuka
bibir vaginanya yang sedikit
menggelambir dengan kedua jempolku,
terlihat bagian dalam vagina Tante
Anis begitu merah dan merangsang.
Lubangnya masih terlihat lumayan
sempit meskipun sudah punya dua
anak, sementara klitorisnya tampak
menyembul bulat di bagian atas bibir
vaginanya.
Tidak tahan melihat pemandangan
yang begitu membangkitkan birahi
akhirnya aku membenamkan lidahku ke
dalam liang vaginanya. Dengan penuh
nafsu kujilati seluruh bagian vagina
Tante Anis, mulai dari klitoris, bibir
vagina, hingga lubang vaginanya tidak
luput dari sapuan lidahku yang ganas.
Tante Anis meremas rambutku dan
terus mendesah menahan nikmat.
“Oohh… oohh… mmhh… Doni….
mmhh… adduhh….” Suara Tante Anis
makin membuatku bersemangat, aku
terus menjilati seluruh bagian
vaginanya seperti seorang bocah
sedang menikmati es krim coklat yang
begitu nikmat. Jari-jariku mulai ikut
ambil bagian untuk masuk ke dalam
liang vagina Tante Anis, sementara itu
bibirku mengulum klitorisnya dan
lidahku terus menjilati serta
mempermainkannya dengan penuh
nafsu.
“Aaahh… Donii… tante nggak tahan
Don…. adduuh…” desahannya makin
tak terkendali dan tangannya mulai
meremas rambutku dengan keras
sementara itu otot-otot kedua kakinya
mulai menegang. Tampaknya tidak
berapa lama lagi Tante Anis akan
mengalami orgasme.
Sementara itu samar-samar kulihat
bayangan di ruang tamu mulai
bergerak, ah… rupanya Dewi mulai
terpancing untuk melihat apa yang
kami lakukan di atas tempat tidur.
“Doni… Doni… mmhh… tante nggak
tahan lagi… tante udah mau keluar….
mmhh…. ahh…aahh…,” akhirnya
seluruh tubuh Tante Anis menegang
selama beberapa saat dan kemudian
terkulai lemas. Kulitnya yang putih
tampak berubah agak memerah, Tante
Anis mengalami orgasmenya yang
pertama malam itu. Dia tergolek lemas
dengan mata terpejam dan mulut
terbuka sementara itu vaginanya yang
merah seperti daging mentah tampak
masih berdenyut-denyut mengeluarkan
sisa-sisa kenikmatan. Tante Anis
perlahan-lahan mulai pulih
kesadarannya setelah beberapa saat
terbuai oleh kenikmatan orgasme.
“Doni… enak sekali orgasmenya…
mmhh… tante sampe lemes…. rasanya
belum apa-apa tulang-tulang tante
rontok semua….”
Aku hanya tersenyum. “Gimana tante…
udah siap lagi….,” tanyaku menggoda.
“Bentar lagi ya Don… badan tante
masih lemes…. dan lagi rasa enaknya
masih belum hilang….”
Sementara itu kulihat Dewi sudah
berdiri di samping tirai pembatas
ruangan, ikut menikmati apa yang kami
lakukan.
“Dewi, kalau mau gabung kesini aja…
nggak apa-apa kok,” kataku
memancing-mancing.
“Iih… enggak ah, aku cuma pengen
ngeliat kalian ML aja kok, soalnya
suaranya seru banget sih… sampe
Dewi nggak bisa tidur.”
“Iya Dewi… sini aja lah…, ngapain
kamu berdiri di situ… duduk aja di
dekat tempat tidur biar bisa liat lebih
jelas kalau emang mau liat kita ML,”
Tante Anis ikut menimpali. Dewi
kelihatan masih malu-malu, aku lalu
berdiri menghampirinya dan
menariknya ke sisi tempat tidur.
“Tapi kalian nggak apa-apa kalau Dewi
ikutan ngeliat di s*****..?” tanyanya
sambil duduk di kursi.
“Ah nggak apa-apa Wi, malah kami
lebih senang lagi kalau kamu juga mau
ikutan ML dengan kami, iya khan
Don…… Ikutan ajalah sekalian, aku
nggak akan bilang sama suamimu asal
kamu juga nggak cerita ke suamiku,”
kata Tante Anis sambil melirikku dan
aku mengangguk mengiyakan. Wajah
Dewi tampak merah, “Ah.. Dewi cuma
mau liat kalian aja dulu….” Betul
dugaanku, sebenarnya Dewi mau ikut
bergabung hanya saja ia masih malu-
malu. Yang dibutuhkannya cuma
sebuah alasan yang pas.
Sementara itu Tante Anis tampaknya
sudah pulih sepenuhnya, tangannya
mulai meraih penisku dan
menuntunnya ke arah liang hangat di
selangkangannya.
“Ayo sayang… kita lanjutin lagi….
sekarang punya kamu harus
dimasukkin ke sini ya…tante dari tadi
pengen ngerasain punya kamu…” Aku
hanya tersenyum, sementara itu aku
mulai menjilati payudara Tante Anis
dan mempermainkan putingnya
diantara kedua bibirku. Tubuh Tante
Anis mulai menggeliat-geliat kembali.
“Ah… Doni… tante jadi konak lagi…
punya kamu masukin ya…. sekarang
sayang… sekarang… tante udah
kepengen banget ngerasain penismu
yang keras *****..” Tante Anis terus
merengek-rengek meminta aku
memasukkan penis ke vaginanya
sementara itu tangannya terus
meremas-remas penisku sehingga
membuatnya makin mengeras. Akhirnya
perlahan-lahan kubuka paha Tante
Anis sehingga bibir vaginanya
membelah dan menampakkan liangnya
yang bisa mengundang nafsu birahi
setiap lelaki.
Dengan perlahan-lahan kutuntun
penisku menuju lubang vagina Tante
Anis yang sudah siap menanti sejak
tadi, dan… blesss… dengan sekali
sentakan ringan penisku masuk ke
dalam vaginanya. “Aahh…” teriak
Tante Anis sambil menaikkan
pinggulnya untuk menyambut penisku.
Rupanya Tante Anis sudah sangat
terangsang dan bernafsu sehingga
sekalipun dia berada di posisi bawah
justru dia yang lebih aktif menggerak-
gerakkan pinggulnya. Aku tidak mau
kalah ganas dengan tante berumur 40-
an ini, kugerakkan pinggulku turun
naik dengan sentakan-sentakan yang
kuat sehingga penisku terasa masuk
ke dalam dengan mantap.
“Aduhh.. Doni… penismu sampai ke
ujung… enak banget….mmhh… terus
sayang… tusuk yang kuat sayang…
tante suka…. mmhh… mmhh…. mmhh…
mmhh …mmhh ..” Tante Anis terus
mendesah berulang-ulang seirama
dengan tusukan penisku. Suara
kecipak beradunya penisku dengan
vagina Tante Anis dan suara derit
ranjang yang bergoyang menyertai
desah persetubuhan kami yang ganas.
Aku rasa dengan cara seperti ini
Tante Anis tidak akan bertahan lama.
Beberapa saat kemudian Tante Anis
minta ganti posisi, dia ingin berada di
atas. Akhirnya aku berbaring pasrah
sementara Tante Anis memposisikan
dirinya berjongkok di atasku.
Tangannya meraih penisku dan
membimbingnya menuju liang
vaginanya yang basah kuyup oleh
lendirnya sendiri. Begitu penisku
masuk, Tante Anis lalu mulai
menggerak-gerakkan pinggulnya
dengan ganas. Gerakannnya makin
lama makin cepat dan desahannya
makin keras, “Mhh… mmhh.. mmhh….”
aku belum pernah merasakan
goyangan pinggul seorang wanita
seganas Tante Anis. Saking keras dan
semangatnya goyangan Tante Anis,
beberapa kali penisku sempat terlepas
dari cengkeraman vaginanya tapi
Tante Anis dengan sigap memasukkan
kembali. Dan akhirnya tidak sampai
tiga menit Tante Anis di posisi atas
iapun mulai mengalami orgasme yang
kedua kali….
“Aduh… tante mau keluar lagi
sayang… aduuh… mmhh… mmhh…
mmhh… aahh!” Tante Anis menjerit
keras berbarengan dengan
orgasmenya yang kedua. Kedua
tangannya mencengkeram erat dadaku
dan kepalanya mendongak ke atas
sementara itu vaginanya menelan
habis penisku sampai aku bisa
merasakan ujungnya.
Baru kali ini kurasakan orgasme
seorang wanita yang begitu ganas dan
intens. Seganas-ganasnya Tante Nita,
rasanya masih kalah ganas
dibandingkan Tante Anis. Tidak
berapa lama kemudian Tante Anis
terkulai lemas di dadaku. Aku melirik
ke arah Dewi, kulihat dia mulai
terangsang hebat melihat “live-show”
di depan matanya… Duduknya serba
gelisah dan tangannya meremas-
remas ujung bajunya. Aku sendiri
sebenarnya belum orgasme, tapi
rasanya juga tidak lama lagi.
Permainan liar Tante Anis mau tidak
mau membuatku makin dekat menuju
puncak orgasme juga. Kalau aku
sekarang mengajak Dewi untuk ML
pasti aku tidak akan sanggup
bertahan lama, jadi kuputuskan untuk
menyelesaikan ronde pertamaku
dengan Tante Anis saja. Setelah Tante
Anis mulai pulih dari orgasmenya, aku
balikkan tubuhnya sehingga dia
kembali dalam posisi terlentang. Tanpa
basa-basi langsung aku menancapkan
penisku ke dalam vaginanya.
“Doni… tante masih lemes… sabar
sayang…. sebentar lagi…. mmhh…
mmhh…” Tante Anis mencoba
mendorongku. Tapi tenaganya tidak
cukup kuat, lagi pula hanya berselang
beberapa detik kemudian tampaknya
Tante Anis sudah mulai terangsang
lagi. Apalagi setelah telinga dan
lehernya kujilati dengan lidahku.
Maklum kaum wanita dalam hal
persetubuhan sebenarnya jauh lebih
hebat dari pria, mereka bisa
mengalami orgasme berkali-kali dalam
waktu yang singkat kalau
mendapatkan rangsangan yang tepat.
Aku terus menusukkan penisku
berulang-ulang ke dalam vagina Tante
Anis.
“Doni… kamu nakal sekali… mmhh…
mmhh …. dasar anak muda….. mmhh…
adduuh sayang… nanti tante bisa
keluar lagi…. mmhh… Doni… aduuhh…
mmhh… tante jadi konak lagi… aahh…
kamu ganas sekali….” kurasakan
pinggul Tante Anis yang semula diam
pasrah kini mulai mengikuti gerakan
pinggulku. Setiap kali aku menusukkan
penisku, pinggul Tante Anis menyentak
ke atas sehingga penisku masuk
semakin dalam. Gerakannya yang
kembali ganas membuat ketahananku
hampir jebol. Perlahan-lahan kuatur
posisiku agar bisa menusukkan penis
sedalam-dalamnya.
“Tante… udah mau keluar belum…..?”
“Mmhh… iya sayang…. tante udah mau
keluar lagi…. mmhh …mmhh…”
“Sekarang kita barengan ya… Doni
juga udah mau keluar….” “Hmmhh…….
keluarin aja sayang… keluarin
semuanya di dalam…. tante siap
menampung…. tante udah nggak
tahan sayaang.. … tusuk tante yang
kuat……. mmhh…. uuh… rasanya penis
kamu makin besar….. dorong yang
kuat sayang….. iya… seperti itu
sayang… iya… masukin yang dalam…
mmhh… adduuh… tante keluar lagi….
aahh…aagh….!!”
“Tante… mmhh… aduuh… Doni udah
nggak tahan lagii….. aahh…
aahh..aagghh…!!” Akhirnya sebuah
semburan sperma yang dahsyat ke
dalam vagina Tante Anis menyertai
kenikmatan orgasmeku. Sementara itu
tubuh Tante Anis juga kembali
menegang dan berkedut-kedut
menahan nikmat orgasmenya yang
ketiga malam itu. Tidak lama kemudian
tubuh kami saling berpelukan dengan
lemas, kami tidak bergerak ataupun
berkata-kata untuk beberapa saat
karena rasa nikmat orgasme yang
bersamaan tadi seolah meluluhkan
semua kekuatan dan keinginan kami
selama beberapa saat.
Aku dan Tante Anis hanya ingin diam
berpelukkan dan saling menikmati
hangatnya tubuh masing-masing,
sementara penisku yang terasa makin
melemah masih tertancap di dalam
vagina Tante Anis…. Tidak berapa
lama kemudian aku membaringkan
tubuhku di samping Tante Anis.
Penisku tergolek lemah kelelahan,
basah kuyup oleh campuran lendir
vagina Tante Anis dan spermaku
sendiri. Sementara itu dari celah
vagina Tante Anis lelehan sisa
spermaku yang berwarna putih kental
tampak mengalir keluar bercampur
dengan lendir Tante Anis. Aku yakin
spermaku banyak sekali yang masuk ke
vaginanya karena sudah hampir dua
minggu aku belum mengeluarkannya.
Tante Anis memiringkan badannya dan
mengelus-elus penisku.
“Gila kamu Doni….. belum-belum tante
udah keluar tiga kali… kayaknya tante
nggak bakalan kuat nih kalau ML
sampai pagi….”
“Ah nggak apa-apa tante… khan ada
Dewi, dia bisa gantiin tante kalau tante
udah capek… iya nggak,” kami tertawa
cekikikan melirik Dewi yang dari tadi
tampak duduk gelisah menahan
gejolak nafsu.
“Iya Dewi, ayo kamu ikutan sini dong…
bantuin aku ngerjain Doni… aku nggak
bakalan kuat kalau sendiri,” kata
Tante Anis ikut memanaskan suasana.
“Ah… kayaknya aku nggak perlu
bantuin Teh Anis…, tuh liat… Doni
punya udah lemes… kelihatannya dia
juga udah bakal nggak kuat lagi main
dengan Dewi….,” kata Dewi yang mulai
menanggapi ajakan kami dengan
setengah menantang.
“Tapi kalau punyaku bisa berdiri lagi
Dewi mau ikutan nggak…?” pancingku.
“Boleh aja… tapi buktiin dong kalau
Doni punya masih sanggup berdiri lagi
seperti tadi,” kata Dewi. Tampaknya
Dewi sudah mendapatkan alasan yang
pas untuk ikut bergabung.
“Ok… aku akan buktikan kalau
sebentar lagi punyaku akan bangun
dan keras seperti tadi tapi syaratnya
harus Dewi yang bangunin yaa…”
kataku tersenyum.
“Iya… tapi dibersihin dulu dong… Dewi
nggak mau bekas Teh Anis… he… he..
he…” Aku lalu bangkit ke kamar mandi
untuk membersihkan penisku dari sisa-
sisa cairan hasil persetubuhan dengan
Tante Anis. Saat keluar dari kamar
mandi tampak Dewi sudah duduk di
tepi tempat tidur. Sementara itu Tante
Anis gantian duduk tanpa busana di
kursi sambil menenggak sekaleng bir
hitam dan menghisap rokok.
“Ayo sini anak muda…. kita buktikan
apa kamu masih sanggup bertempur
lagi…” kata Dewi sambil tersenyum
nakal. Setelah mendapat alasan yang
pas, Dewi yang sebelumnya tampak
malu-malu mulai menampakkan nafsu
sex yang tidak kalah dengan Tante
Anis. Aku lalu membaringkan tubuhku
di tempat tidur.
Tanpa banyak basa-basi lagi Dewi
langsung mengelus-elus penisku yang
masih terkulai lemas akibat kelelahan
setelah bertempur hebat dengan
Tante Anis. Diremas-remasnya biji
pelirku dan kemudian Dewi mulai
menjilat-jilat batang penisku. Aku
mulai merasakan kenikmatan lidah
Dewi dan remasan lembut tangannya,
akibatnya penisku perlahan-lahan
mulai menunjukkan tanda kehidupan.
Dewi mulai memasukkan penisku ke
dalam mulutnya, dikulumnya kepala
penisku dan dikocok-kocoknya batang
penisku dengan tangannya. Tentu saja
tidak berapa lama kemudian penisku
mengeras kembali. Merasakan penisku
kembali membesar dan mengeras, Dewi
semakin bernafsu menghisap dan
menjilatinya. Perlahan-lahan
kulepaskan mulutnya dari penisku.
“Nah, sudah terbukti bisa bangun lagi
khan… sekarang giliran Dewi
memenuhi janji untuk ikut
bergabung… gimana?” Dewi cuma
tersenyum sambil dengan sukarela
melepaskan pakaiannya satu per satu
dan berbaring di sisiku. Karena sejak
awal aku sudah tertarik dengan
payudara Dewi yang montok seperti
punya Pamela Anderson, aku langsung
meremas payudaranya dengan lembut
dan mempermainkan putingnya
dengan lidahku. Dewi yang sebenarnya
dari tadi sudah terangsang mulai
mendesah-desah keenakan. Berbeda
dengan Tante Anis, meskipun sudah 3
tahun menikah Dewi belum memiliki
anak jadi puting susunya masih mungil
dan berwarna terang seperti puting
susu gadis perawan.
Setelah puas menjilati dan meremas
buah dadanya, aku mulai menjelajahi
bagian bawah. Perlahan-lahan kujilati
bagian perut Dewi dan kemudian
akhirnya sampai ke daerah “Segitiga
Bermuda”. Bulu kemaluan Dewi tidak
selebat Tante Anis sehingga belahan
vaginanya sudah tampak jelas tanpa
harus menyibakkan bulu-bulunya.
Setelah puas menjilati daerah lipatan
paha dan daerah bagian atas bulu
vagina Dewi, aku membuka bibir
vaginanya dan terlihatlah liang vagina
yang berwarna merah muda dan
sangat indah. Ingin rasanya segera
membenamkan penisku ke dalamnya.
Mungkin karena belum memiliki anak,
kedua bibir vaginanya masih tampak
kencang dan tidak menggelambir
seperti punya Tante Anis. Secara
refleks jari-jari tanganku langsung
masuk menggerayangi lubang
vaginanya dan membuatnya melenguh
keras, “Oohh……..” Langsung lidahku
menjilati bibir vagina dan klitorisnya
dengan lembut. Setiap kali lidahku
menjilati klitorisnya, pinggul Dewi
bergerak maju seolah tidak
menginginkan lidahku terlepas dari
klitorisnya. Setelah kurasa cukup,
akhirnya kulepaskan lidahku dari
bagian vaginanya dan aku mulai
membuka kedua pahanya. Aku benar-
benar sudah tidak sabar ingin segera
merasakan kenikmatan vagina
seorang Dewi.
Dengan lembut kubelai lembut
rambutnya, dari matanya kulihat
Dewipun sudah tidak sabar ingin
menerima penisku. Tapi dia bukan
Tante Anis yang secara ekspresif dan
terang-terangan mengumbar nafsunya
dengan ganas. Dewi hanya menatapku
penuh harap sambil nafasnya
berdesah-desah tak teratur.
Kuposisikan diriku diantara kedua
pahanya, lalu perlahan-lahan kubuka
bibir vaginanya dan kuarahkan
penisku ke liang vagina yang tampak
masih sempit. Kuletakkan kepala
penisku tepat di depan lubang
vaginanya. Lalu dengan lembut tapi
pasti kugerakkan pinggulku ke depan
sehingga penisku masuk ke dalam
vaginanya. Gila….nih cewek…
vaginanya masih sempit sekali, benar-
benar seperti seorang perawan.
Untung saja Dewi sudah cukup
terangsang sehingga penisku tidak
begitu kesulitan menembus liang
vaginanya yang sempit dan basah.
Dewi tampak menggigit bibir bawahnya
dan tangannya meremas pinggangku.
Aku sempat berpikir mungkin Dewi
merasa kesakitan akibat perbuatanku,
gerakanku kuhentikan sejenak.
“Sakit sayang…?” tanyaku. Dewi
menggeleng perlahan.
“Enak sayang….?” kataku lagi. Dewi
hanya mengangguk sambil tersenyum.
Sedikit demi sedikit kupercepat
gerakanku, vagina Dewi terasa makin
basah dan gerakan penisku terasa
mulai lancar.
Setelah merasakan persetubuhan yang
ganas dengan Tante Anis,
persetubuhan dengan Dewi terasa
begitu lembut dan indah. Kontras
sekali bedanya, namun kedua-duanya
sama-sama memiliki kenikmatannya
yang khas sehingga sulit untuk
mengatakan mana yang lebih enak.
Kubelai rambut Dewi dan kucumbu
bibirnya dengan hangat, kami sungguh
menikmati persetubuhan yang indah
***** Sesekali aku melepaskan diri dan
meminta Dewi untuk bergantian di
posisi atas. Diapun melakukannya
dengan lembut namun penuh energi,
digerak-gerakkannya pinggulnya maju
mundur dengan berirama dan penuh
tenaga sementara aku meremas-remas
buah dadanya yang indah. Aku
rasakan dinding-dinding vaginanya
begitu kuat mencengkeram penisku
sehingga membuatku makin
terangsang. Sementara itu gerakan
pinggul Dewi makin cepat dan
desahannya makin kuat serta tidak
beraturan. Dewi mulai sulit mengontrol
gerakannya sendiri….
“Oohh… mmhh….mmhh… uuhh..”
tampaknya Dewi mulai dekat menuju
orgasme.
“Ahh… Doni… mmhh… Dewi di bawah
aja ya… Dewi takut keluar duluan…..”
“Nggak apa-apa sayang, keluarin
aja….”
“Enggak ah… Dewi mau keluar
barengan sama Doni….” Akhirnya Dewi
kembali berbaring disebelahku. Aku
langsung mengambil posisi diantara
selangkangan Dewi dan kembali
membenamkan penisku ke dalam
vaginanya. Di posisi ini tampaknya Dewi
lebih bisa mengatur nafsunya
sehingga desahannya kembali teratur
seirama dorongan penisku. Kami
kembali bercumbu dengan hangat
sambil tanganku meremas-remas buah
dadanya dan pinggulku turun-naik
sehingga kedua tubuh kamipun mulai
dibasahi oleh peluh.
Sekarang giliranku mulai merasakan
dorongan kenikmatan orgasme mulai
menjalari seluruh tubuhku. Rasanya
tidak lama lagi pertahananku akan
bobol. Gerakanku makin kuat dan Dewi
juga merasakannya sehingga diapun
mulai agak mengganas. Aku mulai
melepaskan bibirku dari bibirnya dan
mulai mengatur posisi agar bisa
menancapkan penisku dengan
maksimal ke dalam vagina Dewi.
Rasanya tidak lama lagi kami berdua
akan sampai ke puncak kenikmatan….
“Dewi… aku udah mau keluar
sayaang…. mmh…. sshh… sshh…
mmhh…” aku mencoba sekuat tenaga
mengontrol orgasmeku agar bisa
bertahan sedikit lagi.
“Dewi juga mau keluar sayang…
adduhh… penis kamu tambah besar…
Dewi nggak tahan lagi… mmhh…
aaah……mmhh…” Gerakan kami
berdua makin cepat dan makin ganas,
akhirnya….
“Aahh…. Donii….. mmhh…. aahh….
Dewi nggak tahan lagi sayang…
aahh… aahh…!”
“Dewiii…. aduuh….. Donii
keluaar………… aahh…!” Tubuh kami
menggelinjang dan bergetar hebat
dalam sebuah orgasme bersama yang
indah, akhirnya kami berpelukan
lemas. Setelah beberapa saat kami
berpelukan, aku kembali mencumbu
Dewi dengan lembut. Kemudian aku
merebahkan diriku di sampingnya,
kami diam dan saling berpandangan.
“Wow… keren…. hebat….” tiba-tiba
kudengar Tante Anis bertepuk tangan
memberi “applaus” untuk
persetubuhan kami yang cukup lama
dan menggairahkan. Kami berdua
cuma tersenyum saja, sudah terlalu
lelah untuk berkomentar.
Mungkin lebih dari setengah jam aku
dan Dewi saling bergumul sebelum
akhirnya kami tenggelam dalam
kenikmatan orgasme. Tampak Dewi
tergolek kelelahan disampingku, dia
hanya sebentar menoleh tersenyum
penuh arti ke Tante Anis lalu kembali
memejamkan matanya. Sementara itu
sisa-sisa spermaku tampak mulai
menetes dari celah vagina Dewi
meskipun tidak sebanyak Tante Anis.
Akupun hanya bisa terbaring lemas,
penisku tampak tak berdaya. Tiba-tiba
aku merasa sangat haus dan lapar.
Aku bangkit lalu mengambil sekaleng
bir dan menyantap sebungkus roti
untuk mengembalikan tenagaku yang
nyaris terkuras habis oleh dua wanita
bersuami *****
“Nanti kalau sudah siap, giliran tante
lagi ya… melihat kalian ML tante jadi
kepengen lagi lho…. Doni masih kuat
khan…?”
“Ok tante,…. Doni masih kuat kok… liat
nih… sebentar juga bangun lagi…”
kataku menanggapi tantangan Tante
Anis. Kutunjukkan pada Tante Anis
penisku yang perlahan-lahan mulai
agak membesar. Melihat aku mulai
segar lagi Tante Anis merebahkan aku
ke tempat tidur di samping Dewi yang
masih tergolek kelelahan. Tanpa
merasa perlu membersihkan penisku
dari sisa-sisa persetubuhanku dengan
Dewi, Tante Anis langsung mengulum
dan mengkocok-kocok penisku hingga
perlahan-lahan kembali mengeras
dengan sempurna.
Begitu melihat penisku kembali berdiri
sempurna langsung Tante Anis
mengambil posisi jongkok dan
memasukkan penisku ke dalam
vaginanya. Seperti sebelumnya,
dengan ganas Tante Anis menggerak-
gerakkan pinggulnya sambil mulutnya
terus berdesah-desah merasakan
nikmat. Dewi yang terbaring
disampingku lalu membuka mata dan
menggeleng-gelengkan kepala melihat
kelakuan kami,
“Ah.. keterlaluan deh Teh Anis ini, si
Doni belum sempat istirahat udah
diembat lagi…. nggak kasian sama
anak orang…” Tante Anis cuma
tertawa kecil dan meneruskan
goyangan mautnya. Tak berapa lama
kemudian Tante Anis melepaskan
penisku dari vaginanya dan meminta
aku untuk berganti posisi, dia ingin
ditusuk dari arah belakang.
“Doni… tante kepengen kamu masukin
dari belakang ya…?” Tante Anis lalu
mengambil posisi menungging di
sebelah Dewi sambil tangannya
meraba-raba payudara Dewi sambil
sesekali lidahnya menjilati putingnya.
Sementara itu aku langsung
memasukkan penisku lagi ke dalam
vagina Tante Anis yang sudah merah
merekah dari belakang. Merasakan
apa yang dilakukan Tante Anis pada
mulanya Dewi tampak risih, mungkin dia
belum pernah dengan sesama wanita,
tapi lama kelamaan dia membiarkan
Tante Anis melakukan aksinya bahkan
tampaknya Dewi mulai menikmati ulah
tangan dan lidah Tante Anis.
Aku juga tidak tinggal diam, sambil
penisku keluar masuk di vagina Tante
Anis tanganku mulai meraba vagina
Dewi sehingga membuatnya makin
terangsang. Kemudian Dewi membuka
kedua pahanya lebih lebar agar jari-
jari tanganku lebih leluasa masuk ke
dalam vaginanya. Sementara itu
pinggul Tante Anis mulai bergerak tak
teratur dan desahannya makin keras.
“Aaah… mmhh… mmhh…. mmhh….”
Aku tahu sebentar lagi Tante Anis
akan mencapai orgasmenya yang
keempat. Kupercepat gerakanku dan
Tante Anispun makin tak terkontrol.
“Donii…. aahh…. tusuk yang kuat
sayaang…. iya… yang kuat sayang…
teruss… teruss… tusuk yang dalam….
tusuk sampai ujung sayang… aahh…
tantee keluar lagii……… aaghh…”
Tante Anis mengejang keras dan
menyentakkan pantatnya ke arahku
sehingga penisku masuk makin dalam.
Kutarik paha Tante Anis ke arahku
dengan maksud supaya dia makin
merasakan kenikmatan orgasmenya.
Setelah beberapa saat akhirnya Tante
Anis terkulai lemas dan peniskupun
terlepas dari vaginanya. Melihat
penisku masih berdiri tegang, Dewi
langsung mengerti apa yang harus
dilakukannya. Dia mengambil alih
posisi Tante Anis dengan menungging
di depanku. Dengan perlahan kubuka
belahan vagina Dewi dan kumasukkan
penisku ke dalamnya. Dewipun
mendesah menahan nikmat saat
penisku meluncur ke dalam vaginanya
yang hangat dan basah.
Sementara penisku di dalam
vaginanya, kedua tanganku mulai
meraba-raba buah dadanya yang
indah. Dewi tampak sangat
menikmatinya sehingga pinggulnya
mulai bergerak-gerak. Setelah
beberapa menit berlalu, Dewi tampak
mulai kelelahan dengan posisi “doggy-
style”. Dewi memintaku untuk
melepaskan penis dan diapun kembali
menelentangkan dirinya pasrah
dengan kedua pahanya terbuka lebar-
lebar seolah mengundangku untuk
segera membenamkan penisku
kembali. Dan akupun menanggapi
undangannya dengan senang hati.
Tanpa banyak basa-basi langsung
kumasukkan penisku ke dalam liang
vagina Dewi yang belum sempat
dibersihkan dari lendir sisa-sisa
persetubuhan kami sebelumnya. Dewi
sendiri sekarang sudah mulai berani
mengungkapkan gejolak nafsunya
terang-terangan, dia mulai berani
menggerakkan pinggulnya dengan
ganas dan mendesah-desah dengan
kuat. Rasanya Dewi yang sekarang
tidak kalah ganas dengan Tante Anis.
Ini sungguh kejutan bagiku, aku tidak
siap menghadapi keganasan Dewi yang
nyaris tiba-tiba. Hal itu membuat aku
nyaris kehilangan kontrol dan hampir
mencapai orgasme. Tapi aku tidak
ingin mengalaminya sendiri, aku ingin
Dewi juga bisa merasakannya padahal
saat itu kurasakan kondisi Dewi masih
stabil dan belum mendekati orgasme.
Sekuat tenaga aku berusaha
mengontrol nafasku untuk
menghambat datangnya orgasme. Tapi
rasanya tidak banyak membantu,
goyangan Dewi yang ganas membuat
orgasmeku terasa makin mendekat.
Akhirnya kuputuskan untuk meremas
buah dada dan mempermainkan
klitorisnya supaya Dewi juga cepat
terangsang. Ternyata cara ini efektif,
dalam waktu singkat gerakan pinggul
Dewi menjadi makin kuat dan mulai
tidak beraturan, desahan dan
lenguhannya juga semakin keras. Aku
tahu Dewi juga sudah kehilangan
kontrol dan mulai mendekati puncak
orgasme…. “Dewi sudah mau keluar
ya…….?” tanyaku.
“Hhmm… iya sayang… adduhh…
sebentar lagi Dewi keluar…. barengan
ya sayang….sepertinya penis Doni juga
udah makin besar… mmhh… enak
banget….. vagina Dewi terasa
penuh…. mmhh…. aahh….. fuck me
honey….fuck me hard… aahh….
aahh….” Begitu kurasakan Dewi hampir
mencapai orgasme langsung
kupercepat gerakanku, kulepaskan
tanganku dari klitoris dan buah
dadanya sambil mencari posisi yang
nyaman untuk melakukan tusukan
akhir yang dalam dan nikmat. Dan
akhirnya…
“Dewi….aku nggak tahan lagi…
keluarin bareng sekarang yukk……”
“Iya sayang…. Dewi juga…. aahh…
adduhh…. tusuk yang kuat sayang…
fuck me…… yess… aahh…uuhh… Dewi
keluar lagi….aahh…… aagh…!!”
“Oohh…. Dewi…. mmhh Doni juga
keluaarr…… aagh…!” Akhirnya kami
kembali orgasme bersamaan.
Orgasme kali ini sungguh-sungguh
menguras energiku, aku tidak tahu
apakah aku masih sanggup kalau
Tante Anis minta lagi. Tapi kulihat
Tante Anis juga sudah kelelahan
setelah empat kali orgasme hebat
yang dialaminya sehingga kami
akhirnya memutuskan untuk
beristirahat saja. Kami bertiga tidur
saling bepelukan tanpa busana dan
hanya ditutupi selimut. Pagi itu aku
terbangun, sayup-sayup kudengar
suara adzan subuh. Tapi aku
merasakan ada sesuatu yang aneh.
Ah… ternyata Tante Anis sudah
bangun lebih dulu dan dia sedang
asyik mengulum penisku. “Aduh…
tante… pagi-pagi udah sarapan
pisang…” kataku sambil tertawa.
“Hmm.. sorry ya Don,… tante tadi
bangun duluan terus tante nggak
tahan liat penis kamu. Tante langsung
ngebayangin kayaknya enak banget
kalau subuh-subuh gini ML lagi
dengan Doni… nggak apa-apa
khan…?” Kulihat penisku sudah berdiri
tegak akibat ulah Tante Anis.
Tampaknya Tante Anis sudah sangat
bernafsu, nafasnya memburu tak
teratur dan pandangan matanya
menunjukkan dirinya sedang berada
pada puncak birahinya.
Sementara itu Dewi tampak masih
tergeletak pulas disampingku.
“Doni sayang… tante pengen
ngerasain penis kamu lagi yaa….
soalnya sebentar lagi khan kita
pisah… jadi sekarang tante pengen
ML lagi dengan Doni… mau khan…?”
“Masukin aja tante… Doni juga suka
ML dengan tante….pokoknya hari ini
Doni mau ML sampai kita bener-bener
udah nggak kuat lagi…. tante mau
khan?”
“Hm…. dengan senang hati sayang…..
ssttt… jangan keras-keras nanti si
Dewi bangun. Kasihan dia masih
kecapaian semalam gara-gara ML
dengan kamu.” Ah… kali ini aku akan
memberikan sesuatu yang lain untuk
Tante Anis. Aku akan membuatnya
mengalami orgasme berkali-kali tanpa
sempat istirahat. Aku rasa ini tidak
terlau sulit karena tampaknya Tante
Anis tipe wanita yang sangat sensitif
dan mudah mengalami orgasme. Lagi
pula karena semalam aku sudah tiga
kali orgasme, aku yakin bisa bertahan
lebih lama lagi sekarang. Kubiarkan
Tante Anis menaiki diriku dan
memasukkan penisku ke dalam
vaginanya.
Seperti biasa dia mulai menaik-
turunkan pinggulnya sehingga penisku
meluncur keluar-masuk vaginanya.
Dengan sengaja kusentakkan
pinggulku untuk menandingi
gerakannya sehingga membuatnya
makin terangsang. Benar saja tidak
sampai lima menit Tante Anis mulai
kehilangan kontrol dan melenguh kuat,
ia mengalami orgasmenya yang kelima.
“Aahh… Doni…. tante keluar….
mmhh… adduuhh… aahh… aahh..
aaghh…!!”
Aku tidak memberi Tante Anis
kesempatan beristirahat. Setelah
tubuhnya melemas aku langsung
membaringkan Tante Anis dan
membuka pahanya, tanpa basa-basi
aku langsung menancapkan penisku
ke dalam vaginanya. Dan kali ini aku
menusukkan penisku dengan kuat dan
cepat. Benar saja, Tante Anis tampak
kaget dan tidak siap dengan serangan
tiba-tiba ***** Tidak sampai tiga menit
kemudian tubuhnya mulai bergetar
hebat.
“Adduhh… Doni… tante jadi pengen
keluar lagi…. aahh… aahh… aahh…”
Kurasakan badan Tante Anis
mengejang dan kemudian lemas, ini
orgasmenya yang keenam. Sementara
itu penisku masih keras dan besar di
dalam vaginanya. Tanpa memberinya
kesempatan istirahat aku kembali
menggerak-gerakkan penisku dengan
kuat dan ganas.
Tante Anis yang belum sempat istirahat
untuk memulihkan tenaganya, kembali
tergetar oleh rangsangan orgasme
yang ketujuh.
“Donni….. kamu nakal…. nanti tante
bisa keluar lagi… aduuhh… mhh…
aahh… mmhh…. Doni….. tante mau
keluar lagii….. aduuhh… aahh…..
dorong yang keras sayang… iya…
tusuk yang dalam sayang… iya gitu…
terus… terus…. jangan berhenti…
aahh… aahh… enak sekali sayang…
mmhh… tante keluar lagiii… aahh”
Kembali aku tidak memberinya
kesempatan istirahat, kali ini kuangkat
kedua kakinya dan pantatnya kuganjal
dengan bantal sehingga penisku
masuk semakin dalam hingga
menyentuh ujung vaginanya.
Kutusukkan penisku ke dalam vagina
Tante Anis berulang-ulang dengan
cepat dan kuat. Hanya berselang satu
atau dua menit dari orgasme
sebelumnya kembali tubuh Tante Anis
bergetar hebat untuk mengalami
orgasmenya yang ke delapan.
“Aahh… Donnii…. uughh…. masukin
yang dalam sayang…. masukin sampai
ujung…. aahh…. enak banget…..
aaahh… gimana nih…. tante bisa
keluar lagi…. mmhh…. aahh…
aduuhh… tante keluar lagi sayang…
aahh.. aahh…..” kali ini tubuhnya
menggelinjang cukup lama, pinggulnya
berkedut-kedut tidak beraturan,
matanya terpejam rapat-rapat dan
giginya terkatup menahan kenikmatan
yang luar biasa…. Begitu selesai
orgasme yang ke delapan, kembali aku
meneruskan tusukan penisku.
Kali ini tante Anis sudah mulai merasa
tidak kuat lagi, matanya memelas
memintaku untuk berhenti.
“Udah dong sayang… tante capek
banget…. vagina tante mulai perih
sayang jangan cepet-cepet dong…
sakit… udah sayang… tante istirahat
dulu… sebentar aja… nanti kita
lanjutin lagi… kasih kesempatan tante
istirahat dulu sayang…” katanya sambil
mencoba menahanku. Tapi aku tidak
peduli, memang gerakanku
kuperlambat supaya Tante Anis tidak
merasa sakit tapi aku tetap
menusukkan penisku ke dalam
vaginanya. Aku sendiri sekarang mulai
terangsang berat melihat pandangan
sayu tanpa daya seorang wanita yang
haus kenikmatan seperti Tante Anis.
Setelah beberapa saat tampaknya
Tante Anis mulai kehilangan rasa
sakitnya dan berubah menjadi rasa
nikmat kembali, dia mulai menggerak-
gerakkan pinggulnya mengikuti
gerakanku. Sekarang aku ubah sedikit
posisiku, hanya kaki kiri Tante Anis
yang kuangkat sementara kaki
kanannya tergeletak di kasur dan kaki
kiriku kuletakkan diatas paha
kanannya. Kelihatan Tante Anis
menikmati sekali posisi ini, dia mulai
bergairah lagi dan gerakan pinggulnya
mengganas kembali.
Tak lama kemudian iapun mengalami
orgasmenya yang kesembilan… “Ahh…
oohh…Doni….kamu pinter banget sih…
aahh… anak nakal…. tusuk tante yang
kuat sayang… aahh … aahh… tante
keluar lagi…. aahh….. aahh aahh..!,”
teriakannya kali begitu keras dan
panjang sehingga Dewi yang tertidur
kelelahan akhirnya terbangun juga.
Aku menekan penisku dalam-dalam di
vagina Tante Anis sambil
menunggunya kembali siap.
“Udah sayang… tante udah capek…
tante nggak kuat lagi sayang…. udah
ya sayang… vagina tante udah
kebas…… please… tante udah nggak
sanggup lagi……”
“Hmm… Doni masih pengen terus
tante… soalnya sebentar lagi kita
pisah… Doni mau menikmati tubuh
Tante Anis hari ini sampai sepuas-
puasnya…” kataku sambil memulai lagi
tusukan penisku.
“Ayo dong sayang….. udah dulu…
kapan-kapan kita khan bisa ketemu
lagi…. tante janji deh…. tapi sekarang
udah dulu tante capek banget…
tenaga tante udah abis….”
“Yang ini terakhir tante… Doni juga
udah mau keluar kok… boleh yaa…”
kataku sambil mengecup bibirnya.
Tante Anis terdiam dan berusaha
menikmati permainan penisku yang
terus mengganas nyaris tanpa henti.
Sementara itu aku sudah merasakan
diriku mulai mendekati orgasme juga,
penisku terasa membesar dan
memenuhi vagina Tante Anis.
Tampaknya Tante Anis juga merasakan
hal yang sama, iapun segera
terangsang berat serta mulai
mendesah-desah untuk orgasmenya
yang kesepuluh.
“Ahh… Doni…. keluarin punya kamu
sekarang sayaang… tusuk tante yang
kuat… tante juga udah mau keluar
sekarang……. aaaahhh..!!” “Ayo tante
kita barengan… ini yang terakhir….
aahh Doni keluarr… aaggh…!”
“Aahh…… mmhh… tante juga keluar
lagii….. adduhh maakk…enak
bangeett…… aaghh…!” Akhirnya kali
itu persetubuhan kami benar-benar
terhenti dan kamipun berpelukan
lemas. Kukecup bibir Tante Anis dan
perlahan-lahan kulepaskan penisku
dari dalam vaginanya. Kulihat vagina
tante Anis sudah sangat merah dan
Tante Anis sendiri masih memejamkan
matanya kehabisan energi. Hanya
sedikit saja sisa lelehan spermaku
yang keluar dari vagina Tante Anis,
rupanya aku sudah mulai kehabisan
cadangan sperma.
Tiba-tiba keheningan kami dipecahkan
oleh suara Dewi,
“Hey… kalian ML kok nggak ngajak-
ngajak Dewi sih… emangnya kalian kira
aku nggak pengen yaa….”
“Sudah berapa lama sih kalian main…
kok kayaknya seru banget… Anis
sampai basah penuh keringat gitu…,”
lanjut Dewi lagi. Tante Anis hanya
menoleh sejenak lalu memberi kode
dengan jarinya bahwa ia mengalami 6
kali orgasme pagi itu.
“Enam kali…?? Ah gila juga… bener-
bener teteh maniak ML….. Dewi baru
tau….” kata Dewi melotot memandangi
Tante Anis seolah tidak percaya.
“Swear… enggak juga Wi…. aku baru
kali ini kok ML segila ini, gak tau nih
siapa yang gila, si Doni apa gue….”
kata Tante Anis membela diri sambil
masih terengah-engah kelelahan.
“Dewi juga pengen dong sayang….
nggak usah enam kali kayak Teh Anis
tapi Dewi pengen ML lagi pagi ini
sebelum kita pisah… ya sayang…..
please… aku pengen dapet kenang-
kenangan yang spesial dari kamu. Ok,
honey…..” Tapi tampaknya Dewi
menyadari kondisiku yang masih lelah
kehabisan tenaga.
“Kalau Doni masih cape, pakai tangan
atau lidah juga gak masalah kok…..
dari tadi aku liat Teh Anis ML dengan
kamu kok kayaknya seru banget, Dewi
jadi konak kepengen ngerasain juga.
Please honey… jilatin punyaku seperti
kemarin malam…. Dewi suka kok…
jilatin terus sampai Dewi puas…
pokoknya jangan berhenti sebelum
aku puas yaaa…… please honey… eat
my pussy…. please…” Dewi yang
beberapa jam sebelumnya masih malu-
malu dan pura-pura tidak mau ikutan
kini terlihat mulai berani merayuku
dengan genit, di bukanya pahanya dan
kedua tangannya menarik bibir
vaginanya ke samping sehingga
lubang vaginanya yang mungil tampak
jelas.
Mau tidak mau akupun kembali
terangsang dan mulai melupakan
kelelahanku. Aku ingin membuat Dewi
mengalami orgasme berkali-kali tanpa
istirahat seperti Tante Anis. Karena
penisku masih lemas, kali ini aku
memulainya dengan lidahku dulu.
Kubaringkan Dewi di atas ranjang dan
pantatnya kualasi dengan dua buah
bantal supaya lidahku bisa
menjangkau vaginanya dengan mudah.
“Nah… gitu sayang… jilatin vagina
Dewi… hmmh… enak banget…. Dewi
belum pernah orgasme pakai oral…
sekarang Dewi pengen ngerasain…
ayoo sayang… bikin aku terbang
melayang ke bulan…. c’mon honey…
lick my pussy…. mmhh… yesss… I like
it… yess… make me cum honey…”
Kujilati bibir dan liang vaginanya lalu
kupermainkan klitoris Dewi dengan
bibir dan lidahku sementara itu jari-
jari tanganku masuk ke dalam liang
vaginanya.
Tampaknya Dewi sangat menikmati ini,
pinggulnya bergoyang-goyang
perlahan serta suaranya mendesah-
desah sexy sekali. Setelah beberapa
menit akhirnya kuputuskan untuk
meningkatkan rangsangan dengan
jalan menghisap klitorisnya dengan
kuat dan menjilatinya dengan cepat
sehingga tubuh Dewi mulai bergetar
tak beraturan. Sementara itu jari-
jariku terus masuk semakin dalam
sampai menyentuh g-spotnya. Ini
membuat Dewi menjadi makin tak
mampu mengontrol dirinya lagi,
pinggulnya bergetar keras hingga
akhirnya dia mengalami orgasmenya
yang ketiga.
“Mmhh Doni… adduhh… Dewi nggak
tahan lagi adduuhh… terus isep yang
kuat… c’mon honey…. mmhh… yess….
I’m cumming…. I’m cumming…… aduh
enak bangeett…. aahh… oohh….
oohh…!!” tubuh Dewi mengejang
keras, giginya terkatup rapat, matanya
terpejam dan tangannya
mencengkeram kasur dengan kuat.
Tapi aku tidak menghentikan
permainanku, klitoris dan g-spotnya
terus aku rangsang sampai akhirnya
setelah hampir semenit berlalu tubuh
Dewi yang menggelinjang mulai
terkulai lemas kehabisan tenaga. Aku
ingin Dewi merasakan orgasme yang
terus-menerus tanpa henti seperti
Tante Anis. Dewi masih tergolek lemas
di tengah tempat tidur, sementara itu
penisku sudah mulai menegang
kembali setelah mendapatkan cukup
waktu beristirahat.
Dewi yang belum sadar akan apa yang
terjadi tiba-tiba kaget karena aku
memasukkan penis ke dalam vaginanya
yang masih berdenyut-denyut akibat
orgasmenya yang terakhir.
“Aduhh… Doni sayang… kamu ganas
banget sih…. Dewi masih capek nih….
istirahat dulu yaa…. please honey…”
Aku tersenyum dan menggelengkan
kepala perlahan sambil terus
menancapkan penisku ke dalam
vaginanya. Akhirnya tidak berapa lama
kemudian Dewi mulai terangsang juga,
dia mulai menikmati sodokan penisku
dan mulai menggerak-gerakkan
pinggulnya dengan ganas. Setelah
beberapa menit berlalu akhirnya
pertahanan Dewi mulai bobol. Ia mulai
kehilangan kendali dan tubuhnya
bergetar-getar merasakan
orgasmenya yang ke-empat.
“Donni….. mmhh… gimana nih… Dewi
bisa keluar lagi sayang……. aduhh…
aahh… keluar lagi deh… aahh…..
mmhh…. aahh…!” kedua tangan Dewi
mencengkeram punggungku
sementara itu kakinya menjepit kuat
pinggulku. Aku membiarkan penisku
tertancap dalam-dalam di vagina Dewi
dan membiarkan dia menikmati
orgasmenya. Begitu cengkeraman Dewi
mulai melunak aku mulai lagi
melanjutkan goyangan penisku di
dalam vaginanya. Dewi tampaknya
kaget setengah mati dan benar-benar
tidak siap mendapat serangan
beruntun *****
“Doni… udah dulu dong sayaang…
Dewi masih capek….. Dewi lemes
banget sayang…. please…. gimme a
break, honey….” Tapi sama seperti
dengan Tante Anis sebelumnya, aku
tidak ambil peduli. Aku terus
menusukkan penisku ke dalam
vaginanya, makin lama makin cepat…
sampai akhirnya Dewi mulai
terangsang lagi untuk yang kesekian
kalinya dan kembali ikut bergerak
aktif.
“Doni… gantian ya… Dewi pengen di
atas….” Aku lalu merebahkan diriku
dan membiarikan Dewi menaiki tubuhku
sambil membenamkan penisku ke
dalam vaginanya. Kali ini Dewi benar-
benar sudah belajar banyak dari Tante
Anis, gerakannya mulai ganas dan liar.
Desahan-desahan kenikmatannya
benar-benar membangkitkan nafsu.
Akhirnya Dewi mulai mengalami puncak
kenikmatan orgasmenya yang kelima,
gerakannya makin liar terutama saat
membenamkan penisku ke dalam
vaginanya dan desahannya berubah
menjadi jerit kenikmatan.
“Donii…. aahh… Dewi udah nggak
tahan…uuhh… mmhh …..Dewi keluar
lagi…. mmhh… yess…. I’m cumming…
aahh… aahh……!!” Akhirnya pinggul
Dewi menghujam keras ke bawah
membuat penisku terbenam sampai ke
ujung vaginanya berbarengan dengan
rasa nikmat luar biasa yang menjalari
tubuhnya. Dan Dewipun terkulai lemas
di atas tubuhku.
Kelihatan Dewi sudah begitu lemas
setelah orgasmenya yang kelima, tapi
sudah kepalang tanggung. Aku sudah
terangsang berat dan belum orgasme.
Kubaringkan Dewi yang masih
memejamkan mata, lalu perlahan-
lahan kubuka pahanya dan kuarahkan
penisku ke liang kenikmatannya.
“Aduh… jangan sayang… uuh… sakit
sayang… vagina Dewi udah mulai
ngilu…. berhenti dulu yaaa… istirahat
sebentar aja… nanti boleh lagi….”
Dewi mencoba menolakku, tapi
tubuhnya yang sudah lemah tidak
kuasa menahan masuknya penisku ke
dalam vaginanya. Akhirnya ia tergolek
pasrah di bawah berat tubuhku yang
menindihnya. Aku tidak ingin menyakiti
Dewi, sebaliknya aku ingin memberinya
kenikmatan. Maka aku menggerak-
gerakkan pinggulku dengan hati-hati
supaya penisku bergerak dengan
lembut di dalam vaginanya yang sudah
over-sensitif. Kalau Dewi terlihat
kesakitan aku berhenti sebentar,
setelah itu aku lanjutkan lagi dengan
gerakan yang lembut. Sesekali
kucumbu bibirnya, lalu kujilati leher
dan telinganya agar nafsunya bangkit
kembali sehingga akhirnya perlahan
tapi pasti libido Dewi mulai naik
kembali.
Ia mulai bisa merasakan kenikmatan
yang diberikan penisku. Matanya mulai
terpejam merasakan nikmat dan dari
mulutnya yang mungil kembali keluar
desahan-desahannya yang khas dan
****** Beberapa saat kemudian
tampaknya Dewi benar-benar sudah
pulih, rasa sakitnya sudah tergantikan
sepenuhnya dengan rasa nikmat. Ia
mulai menggerakkan pinggulnya
dengan ganas sehingga akupun harus
mempercepat tusukan penisku untuk
mengimbanginya. Aku merasakan Dewi
sebentar lagi akan mencapai orgasme,
dan begitu juga aku.
“Doni sayang… Dewi mau keluar lagi…..
adduhh… adduhh… enak banget…
mmhh… c’mon honey… fuck me
harder…. yess…. aahh… masukin yang
dalam sayang… adduuh… mmhh….
adduhh… Dewi keluar lagii…. mhh…
aahh… I’m cumming…. aahh!”
“Ayo Dewi…. kita barengan yaa
sayang……. mmhh… aahh…!!” Akhirnya
aku menumpahkan sisa persediaan
spermaku yang terakhir ke dalam
vagina Dewi, sementara tubuh Dewi
menggelinjang hebat menahan nikmat
orgasmenya yang keenam.
Kali ini aku benar-benar sudah
kehabisan tenaga, seandainya Tante
Anis masih mau ML rasanya aku akan
menyerah saja. Untunglah kami bertiga
sudah benar-benar kelelahan
sehingga tidak ada satupun dari kami
yang berani meminta lagi. Tanpa sadar
hari sudah terang dan waktu
menunjukkan jam 7 pagi, setelah
beristirahat sejenak kamipun akhirnya
mandi bersama dan bersiap-siap
meninggalkan hotel. Di perjalanan
pulang masing-masing kami mulai
berkomentar tentang perasaan nikmat
yang kami alami…
“Doni… kamu keterlaluan, tante
sampai lemes dan kaki tante sampai
sekarang masih gemeteran. Veggie
tante juga rasanya masih kebas…
belum pernah tante orgasme sampai
sepuluh kali seperti kemarin…
kayaknya jatah ML sebulan habis
dalam semalem deh….”
“Iya nih… Dewi juga sampai teler
banget, tega banget sih kamu
sayang… kayak besok kita nggak bisa
ketemu lagi aja….! But anyway thanks
ya… Dewi belum pernah ML senikmat
*****.. I feel great…. kapan-kapan
Dewi mau ikutan lagi yaa…”
“Aduh… Tante Anis dan Dewi juga
nggak kira-kira ganasnya, Doni sendiri
juga sudah kehabisan tenaga. Untung
aja tante nggak minta nambah lagi, ML
yang terakhir dengan Dewi tadi bikin
Doni bener-bener udah nggak kuat
lagi. Tapi ngomong-ngomong kapan
kita bisa ketemu lagi tante… Terus
terang ini pengalaman Doni yang
pertama ML dengan dua cewek cantik
sekaligus dan Doni kayaknya ketagihan
pengen lagi… Doni nggak bisa lupain
pengalaman *****”
“Itu gampang diatur… ini kartu nama
tante, Dewi juga kerja di kantor yang
sama. Nanti kapan-kapan kalau Doni
pengen ketemu tinggal telpon aja, bisa
kita atur waktunya. Yang jelas tante
nggak mau ketemu sendirian dengan
Doni, paling tidak tante akan ajak Dewi
atau tambah cewek lain biar gantian
Doni yang kita habisin sampe nggak
bisa bangun…ha…ha…ha…”
“Atau kalau tante mau ketemu tante
bisa dateng ke kolam renang hari
Jumat, Doni rutin berenang di sana
setiap hari Jumat….” kataku memberi
alternatif. Setelah mengantarkan aku
ke kolam renang untuk mengambil
motor kamipun berpisah.
Tante Anis sempat berusaha
menyelipkan beberapa lembar uang
seratus-ribuan ke kantongku tapi aku
menolaknya dengan halus. Aku tidak
ingin mengganti petualangan yang
bebas dan menyenangkan ini menjadi
suatu profesi yang bisa mengganggu
kuliah dan masa depanku. Setelah
kejadian itu kami sempat beberapa
kali mengadakan pertemuan dan
mengulangi pesta seks, kadang di
Ciater, kadang di Puncak, atau di
Lembang lagi. Sekali waktu Tante Anis
pernah mengajak seorang temannya
lagi dan itu benar-benar membuatku
kehabisan tenaga karena harus
mengalami orgasme sampai delapan
kali dalam semalam untuk melayani
tiga orang wanita yang haus akan
kenikmatan syahwat. Sayang sekali
petualangan gila ini terpaksa harus
berakhir setelah Tante Anis dan Dewi
terlibat perselisihan akibat urusan
kantor. Meskipun demikian
pengalamanku bersama mereka masih
terus kuingat sampai sekarang dan
sering menjadi fantasi seksualku saat
aku bercinta dengan istriku

video